Pada zamannya, Bandung merupakan kota melting pot sebagai pusat bertemu dan akulturasi budaya Cina, Belanda, bahkan hingga Jepang. Sewaktu masih di bawah penjajahan Belanda para rakyat Bandung sulitnya untuk mendapatkan bahan seperti beras, roti, dan gandum yang dibawa oleh Belanda. Oleh karena itu, mereka mulai memikirkan untuk menciptakan makanan-makanan ringan yang mudah diterima di masyarakat dan terjangkau semua orang, akhirnya mereka berinisatif dan berkreativitas dalam menciptakan makanan khas sendiri. Para penjual juga memikirkan bagaimana membuat variasi makanan yang bisa dimakan oleh masyarakat tidak mampu, dan semenjak itu mulai banyak tercipta makanan ringan berbahan baku aci ceperti cilok, cimol, cimin, dan tentunya cireng.
Jika
mengulik sejarah, sebenarnya makanan ringan yang satu ini memiliki sejarah yang
unik. Bagi masyarakat Bandung khususnya Sunda, cireng adalah makanan yang sudah
populer sejak tahun 1970-an sebagai camilan murah meriah yang digemari oleh
berbagai kalangan dan mudah dijumpai di
pedagang kaki lima. Awalnya, orang Sunda mulai berkreasi menggunakan bahan aci
atau tepung tapioka. Setelah itu mulai banyak yang suka dan menjadi cemilan
sehari-hari.
Dari yang awalnya hanya aci digoreng diberi bumbu garam, merica dan
bawang putih, semakin berkembang dengan tambahan bumbu kacang sebagai
pelengkapnya. Bentuk cireng pun berbeda-beda, ada yang membuat dengan bentuk
pipih, jajar genjang, bundar dan lain-lain. Selain itu, bumbu yang digunakan
untuk menikmati cireng juga mulai beragam seperti cireng bumbu rujak, ssambel
goang, saus tomat dan lain sebagainya sesuai selera. Cireng
tradisional pada awalnya tidak menggunakan isian, tetapi dengan perkembangan
zaman dan kebutuhan pasar yang terus berubah, cireng mulai diberi beragam
isian. Ide ini muncul dari kreativitas para pedagang kaki lima di Bandung yang
ingin menarik lebih banyak pembeli dengan menawarkan varian rasa yang lebih
beragam.
Kini, cireng isi tidak hanya dijual
di pinggir jalan, tetapi juga di kafe dan restoran dengan kemasan yang lebih
modern dan harga yang lebih tinggi. Selain itu, muncul juga cireng frozen, yaitu cireng isi yang
dibekukan dan dijual dalam kemasan siap goreng. Produk ini sangat diminati di
pasar online, terutama oleh mereka yang tinggal di luar daerah Jawa Barat dan
ingin menikmati cireng kapan saja tanpa perlu datang ke Bandung.
Saat
ini cireng isi juga telah menembus pasar internasional, Beberapa UMKM bahkan
memproduksi cireng isi secara massal dan memasarkannya ke luar negeri. Berkat
inovasi frozen food, cireng isi bisa dikirim dengan mudah ke berbagai
negara. Potensi cireng isi sebagai produk unggulan kuliner Indonesia sangat
besar, karena camilan ini unik dan masih jarang ditemukan di luar Indonesia.
Akan tetapi , tantangan dalam mempertahankan kualitas dan daya tahan produk
menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, para produsen perlu memperhatikan
teknik pengemasan dan pemasaran agar cireng isi tetap segar dan layak konsumsi
saat sampai ke tangan konsumen.
Kesimpulan
Cireng isi telah mengalami perkembangan pesat dari sekadar jajanan sederhana
hingga menjadi bagian dari industri kuliner modern yang digemari banyak orang.
Inovasi rasa, cara pengemasan, dan pemasaran digital menjadi kunci sukses dalam
meningkatkan popularitas camilan khas ini. Sebagai salah satu ikon kuliner
Indonesia, cireng isi tidak hanya mencerminkan kekayaan rasa tetapi juga
kreativitas dan ketekunan para pengusaha kuliner lokal.


0 komentar:
Posting Komentar