Pada zamannya, Bandung merupakan kota melting pot
sebagai pusat bertemu dan akulturasi budaya Cina, Belanda, bahkan hingga
Jepang. Sewaktu masih di bawah penjajahan Belanda para rakyat Bandung sulitnya
untuk mendapatkan bahan seperti beras, roti, dan gandum yang dibawa oleh
Belanda. Oleh karena itu, mereka mulai memikirkan untuk menciptakan
makanan-makanan ringan yang mudah diterima di masyarakat dan terjangkau semua
orang, akhirnya mereka berinisatif dan berkreativitas dalam menciptakan makanan
khas sendiri. Para penjual juga memikirkan bagaimana membuat variasi makanan
yang bisa dimakan oleh masyarakat tidak mampu, dan semenjak itu mulai banyak
tercipta makanan ringan berbahan baku aci ceperti cilok, cimol, cimin, dan
tentunya cireng.